Tim dari KLHK Gelar Diskusi Penanganan Limbah dengan Green Garbage
PALEMBANG- Diskusi itu berlangsung dalam suasana santai tapi cukup serius. Disebut santai karena digelar di halaman terbuka di lingkungan PT Lembaga Green Garbage di Jalan KH Ahmad Dahlan No.63, Kota Madya Palembang.
Dibilang cukup serius, ya, karena materinya memang tak main-main, yaitu menyangkut upaya penanganan limbah cair, antara lain dari pabrik tahu, pabrik minyak kelapa sawit, dan peternakan sapi.
Hal serius lainnya, diskusi yang berlangsung selama tiga jam pada Rabu (27/3/2024) tersebut melibatkan tiga pejabat fungsional dari Direktorat Pengendalian Pencemaran Air Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang terbang langsung dari Jakarta. Mereka adalah Salman Anwar, Harni Sulistyowati, dan Eti Purwati. Tampil sebagai narasumber, Direktur Green Garbage Syamsul Bahri Alwie.
“Diskusi berlangsung sangat menarik. Tim dari KLHK antusias sekali menanyakan hal-hal detil mengenai kemampuan fermentor dan bioremediator kami dalam proses pengolahan limbah cair,” tutur Syamsul Alwie kepada satgasnasNews, usai diskusi tersebut… 🔻
NUSANTARA REBORN
Melihat Banten Pada Masa Kejayaannya
BERSYUKUR bisa mengunjungi Banten. Sebuah daerah Kesultanan yang pada masa kejayaannya menjadi kota pelabuhan terbesar di Nusantara.
"Berbagai suku bangsa dari banyak ras dan berlatar budaya beragam bisa saling bertegur sapa dalam nuansa perdagangan kelas dunia," ujar Oman Abdul Rochman, Aktivis dan Pegiat dan Pengamat Seni Budaya Nusantara.
Kesultanan Banten didirikan Sunan Gunung Jati yang tidak pernah memerintah sebagai sultan di sana. Tetapi beliau mengangkat anaknya bernama Maulana Hasanudin menjadi Sultan di Banten. Artinya Sultan Maulana Hasanudin adalah raja atau sultan pertama di Kesultanan Banten.
Selanjutnya di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa Banten mencapai puncak kejayaannya hingga terkenal se-antero dunia. Bahkan, menurut tuturan dari banyak orang yang faham akan perjalanan Kesultanan Banten. ada masa dimana raja-raja di Nusantara baru bisa menjadi raja setelah dikukuhkan gelar rajanya oleh Sultan Banten.
Sayangnya, campur tangan Belanda dan Kerajaan Inggris dengan politik pecah belahnya, membuat kejayaan Kesultanan Banten menjadi berkurang.
Melalui Sultan Haji, Belanda dan Kerajaan Inggris mencoba memasukkan kekuasaannya ke dalam lingkungan Kesultanan Banten.
Belanda dan Kerajaan Inggris mangadu domba Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa bapaknya sendiri.
Belanda dan Kerajaan Inggris terus menerus mempengaruhi Sultan Haji dengan menghasutnya bahwa kelak jika Bapaknya tidak dikudeta, kekuasaan akan diserahkan kepada orang lain. Inilah pintu masuk Belanda dan Kerajaan Inggris untuk mengusai Kesultanan Banten.
Yang terjadi setelah itu, meski Sultan Haji berhasil menjadi sultan di Kesultanan Banten namun masa kekuasaannya hanya sebentar.
Tetapi karena saat meminta bantuan kepada Belanda dan Kerajaan Inggris untuk bisa mengalahkan bapaknya, dirinya terperangkap dengan adanya perjanjian yang merugikan
Kesultanan Banten.
Akibatnya Kesultanan Banten menjadi dilemahkan. Belanda dan Kerajaan Inggris dengan leluasa mengatur segala hal yang dimauinya. Kedua bangsa ini memiliki hak penuh memonopoli rempah-rempah di wilayah kekuasaan Kesultanan Banten.
Banten atau Kesultanan Banten sekarang tetap menjadi daerah yang menarik bagi banyak pihak yang ingin berkuasa dan menguasainya.
Keeksotisan Banten atau Kesultanan Banten dimata pihak lain atau para pemilik modal tidak akan surut meski banyak upaya untuk melemahkan perannya.
Banten atau Kesultanan Banten tetaplah Banten. Sebuah Kesultanan yang dulu pernah mencapai masa kejayaannya hingga ke mancanegara.
"Sebagian yang dekat dengan Banten atau Kesultanan Banten masih berharap marwah Banten atau Kesultanan Banten akan bisa terus terjaga. Semoga..." Tutup Oman.*
•Video Pilihan•
Ibu Mengepel Lantai Setiap Hari
Ibu mengepel lantai setiap hari dan mewajibkan kami selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan apa saja.
“Kita harus bersih,” katanya,
“sebab kuman selalu tidak terduga.”
Memang, kuman selalu tak terduga,
maka menjadi bersih adalah niscaya.
Kata ibu, udara berserbuk di sekitar kami
—mengandung debu, pasir, dan karbon.
Juga suara-suara bising semacam fitnah
selalu ingin masuk ke hati kami
lewat telinga.
Juga, gambar-gambar biru, hitam, abu-abu, dan jingga selalu menuntut mata merekamnya agar tertanam menjadi ingatan di kepala kami.
Ingatan yang abadi
Ibu mengepel lantai setiap hari.
Belakangan kami tahu kalau ibu
hanya ingin menghapus jejak ayah
dari rumah, dari kenangan,
yang seluruhnya kesedihan.
Ibu hanya ingin tak sedih
membayangkan ayah,
sebelum laki-laki itu menjelma jadi burung,
sebelum terbang meninggalkan sarang.
“Sebelum dia terkontaminasi,”
Igau ibu dalam mimpi.
Memang, ayah telah terkontaminasi,
sejak kuman-kuman menggerogoti hatinya,
hingga sering pulang tanpa membawa hati.
Tapi Ibu sebetulnya terkontaminasi,
kuman-kuman lain menggerogoti hatinya,
seperti sekawanan rayap menggerogoti kaki-kaki meja.
Sebelum rubuh,
Ibu mengaduk karbol ke dalam gelas susu:
“Minumlah!” katanya,
“Sebab bersih adalah niscaya!”
•Budi Hatees
•
Tidak ada komentar:
Posting Komentar