ZERO WASTE :
Butuh Revolusi Pengelolaan Sampah
Setiap kali hujan turun dan saluran air tersumbat oleh tumpukan sampah, banyak masyarakat terburu-buru menyalahkan pemerintah karena dianggap lalai dalam mengelola sampah. Ungkapan-ungkapan semacam ini sering terdengar dimana-mana.
@satgasnasNews™📎JAKARTA
Bahkan di DKI Jakarta, saat Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur, banyak anggota masyarakat, bahkan mereka yang ber-KTP di luar DKI Jakarta sekalipun, terus menerus menyalahkan dan menyudutkan, bahkan menghujatnya, hingga sering terdengar panggilan “Gak Bener” untuk menyebut Anies Baswedan sebagai Gubernur.
“Mereka tidak sadar bahwa penyebab banjir di DKI Jakarta, selain karena “kiriman” dari Kota Hujan, Bogor, juga karena pasang air laut (Rob) dan rendahnya kesadaran sebagian warga masyarakat dalam membuang sampah tidak pada tempatnya yang mengakibatkan aliran air di saluran dan sungai menjadi tersumbat.” Kata Uus Sumirat, Penasihat Forum Ketahanan Pangan Kecamatan Cibatu, kepada satgasnasNews, Selasa, (4/11/2025).
Paparnya lagi, “Inilah yang jarang disadari sebagian orang sehingga mereka sulit memahami bahwa sebagian besar sampah itu justru berasal dari rumah mereka sendiri : dari kantong belanja sekali pakai, botol air minum plastik, barang yang tidak terpakai hingga sisa makanan yang tak termanfaatkan. Penumpukan sampah terus terjadi dan itu bukan sekadar persoalan teknis pengelolaan, melainkan juga persoalan perilaku dan kesadaran warga/masyarakat.”
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan lebih dari 60 juta ton sampah per tahun, dan sekitar 30 persen belum terkelola dengan baik. Artinya, rata-rata masyarakat menyumbang lebih dari seperempat kilogram sampah per hari.
Jika kebiasaan membuang sampah secara sembarangan terus berlangsung, maka tak ada solusi atau teknologi tepat guna yang efektif untuk menampung dan menyelesaikan masalah persampahan ini.
“Kita sering menganggap pengelolaan sampah sebagai urusan pemerintah, sebagai bagian dari fungsi pelayanan dari penyelenggara negara, pada hal pemerintah sejatinya hanya mengelola hasil akhir dari perilaku warga,” ungkapnya.
Bagaimana pemerintah bisa mengelola sampah dengan baik apabila masyarakat masih tidak peduli dengan akibat buruk yang bisa ditimbulkan akibat kebiasaan membuang sampah sembarangan. Masih banyak masyarakat yang berpikiran masa bodoh dengan sampah.
Akibatnya sampah bertebaran di tengah kota, di jalan-jalan dan saluran-saluran air Kita perlu segera melakukan semacam “Revolusi Pengelolaan Sampah” dan itu justru harus dimulai dari tingkat paling kecil, yaitu rumah tangga.
Di sinilah akar perubahan itu akan terjadi. Membungkus, memilah serta mengurangi penggunaan sampah tidak terurai (unorganik) seperti plastik sekali pakai adalah beberapa langkah sederhana namun dampaknya akan besar.
“Sebenarnya di beberapa tempat atau daerah di sekitar indonesia, inisiatif masyarakat akan pentingnya penanganan sampah secara baik telah berjalan cukup efektif. Program bank sampah yang telah “bertumbuhan” di berbagai daerah menunjukkan bahwa sampah bisa bernilai ekonomi,” ujar Uus Sumirat memaparkan.
Komitmen zero waste di beberapa kota besar, apalagi di luar negeri, telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat sekaligus membuktikan bahwa gaya hidup minim sampah bukan sekadar teori atau tren, tetapi kebiasaan baik yang bisa ditularkan. Mereka memberikan contoh kepada kita bahwa perubahan besar ternyata bisa lahir dari kesadaran kecil yang dimulai dari lingkungan terkecil, dari rumah masing-masing.
Namun harus diakui bahwa partisipasi masyarakat tidak bisa tumbuh dalam ruang kosong. Untuk Itu Pemerintah semestinya hadir sebagai fasilitator, termasuk bagaimana menyediakan infrastruktur pengelolaan sampah dengan baik dan benar, seperti melalui penyediaan fasilitas penyimpanan, pemilahan, pengolahan sampah termasuk memberi insentif kepada pengelolaan sampah mandiri, pembinaan intensif kepada masyarakat dan memperkuat pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah mulai dari tingkat paling bawah.
Menurutnya lagi, bahwa dunia usaha pun harus ikut bertanggung jawab dengan mengurangi kemasan sekali pakai dan mendukung ekonomi sirkular, “Tanpa kolaborasi lintas sektor, upaya masyarakat yang tumbuh akan berjalan sendiri-sendiri dan kehilangan daya dorong.”
Mengelola sampah sejatinya adalah bentuk tanggung jawab moral terhadap bumi dan generasi berikutnya. Sampah bukan sekadar urusan kebersihan, tetapi cermin bagaimana kita menghargai kehidupan. Bahkan agama Islam sudah mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian daripada Iman. Semua ini harus serempak dijalankan dan ditegakan.
“Oleh karena itu perlu dikeluarkan perangkat kebijakan atau peraturan hingga tingkat pemerintahan paling bawah agar jelas dasar hukumnya dan diikuti dengan penegakan hukum (Law enforcement) -nya,” ungkap Uus Sumirat menegaskan.
Walaupun sebenarnya revolusi dalam pengelolaan sampah ini tidak perlu menunggu kebijakan besar karena bisa dimulai dari yang paling mudah, yaitu dari rumah kita sendiri, dan harus dimulai hari ini juga, dari perubahan kebiasaan kecil yang bisa dilakukan setiap hari. “Bila jutaan keluarga melakukan hal yang sama, maka perubahan besar bukan lagi mimpi, melainkan keniscayaan.” Tegasnya. Terang Uus lagi, “Kalau kota-kota di Jepang, Korea, Singapura, Hongkong dan banyak negara lain terlihat begitu indah, rapi dan bersih atau bahkan beberapa kota di China yang dahulu terlihat kotor dan bau namun sekarang telah berubah menjadi bersih dan indah, mengapa Indonesia tidak bisa?” “Yuk kita benahi lingkungan kita. Stop Kebiasaan Membuang Sampah Tidak pada Tempatnya!” Ajak Uus Sumirat, berharap ke depannya ada perubahan.[*]
🛡️Redaksi: Dosi Bre' 🌐Post Youtube
• ZOOM
PRAPTO PEMPEK :
Dari Pinggir Sungai Batanghari Jambi Menjadi Pelawak Nasional...
Kisah otobiografi Suprapto Suryani Pempek, alias Prapto Pempek atau dipanggil akrabnya PakDe...
PABLO RUIZ PICASSO:
Rekam Jejak Hidup Sang Maestro Pelukis Legenda...
Dia berasal dari keluarga yang hidupnya penuh dengan kreativitas dan terkenal dalam aliran kubisme...
VIDEO LAWAS
Lawas

















Tidak ada komentar:
Posting Komentar