Bencana Banjir dan Longsor Sebagai Pengingat
Menjelang akhir tahun 2025 ini, Indonesia kembali dilanda bencana. Banjir dan longsor mewarnai akhir tahun ini melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Setidaknya, kita mencatat sejak akhir bulan November, sejumlah provinsi di pulau Sumatra — termasuk Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, dilanda hujan ekstrem, banjir bandang, dan longsor.
![]() |
| Images: ist/sat |
@satgasnasNews™📎JAKARTA
Di samping itu beberapa daerah lain. seperti di Jawa Barat, juga mengalami musibah serupa meskipun tidak sebesar di Pulau Sumatera. Curah hujan tinggi berkepanjangan meningkatkan risiko banjir dan longsor, khususnya di wilayah dengan topografi rentan, seperti perbukitan, lereng, atau dataran rendah dekat sungai. Daerah-daerah itu sangat rawan terjadinya banjir/longsor ketika curah hujan tinggi.
Bencana yang melanda beberapa propinsi d Pulau Sumatera itu menjadi salah satu peristiwa alam terbesar yang menyita perhatian publik hingga di luar negeri. Betapa tidak, jejak bencana ini meninggalkan derita begitu luas dan mendalam bagi masyarakat terdampak. Tidak hanya merusak rumah dan harta benda dan kerusakan fatal pada infratruktur diberbagai wilayah, tapi bencana ini juga mengakibatkan ratusan jiwa, ribuan warga mengungsi, serta trauma yang sulit dilupakan.
Tidak hanya merusak rumah dan harta benda dan kerusakan fatal pada infratruktur diberbagai wilayah, tapi bencana ini juga mengakibatkan ratusan jiwa, ribuan warga mengungsi, serta trauma yang sulit dilupakan. Menurut data terbaru, korban tewas akibat bencana ini di Indonesia telah mencapai lebih dari 750 orang sebagaimana diberitakan oleh media masa, termasuk media asing seperti Reuters dan The Guardian. Selain korban jiwa, jutaan orang terdampak, baik kehilangan tempat tinggal, terpaksa mengungsi, maupun terputus akses dasar seperti listrik, jalan, dan pasokan logistik. Lalu, apa arti bencana ini bagi kita? Suatu “bencana” jangan hanya dipandang sebagai peristiwa alam atau musibah biasa, tapi harus dibaca sebagai sebuah sinyal atau pengingat akan kekuatan besar di luar konrol kita sebagai manusia yang memang banyak memiliki keterbatasan. Dan bencana banjir dan longsor yang begitu hebat menimpa saudara-saudara kita di beberapa daerah di Indonesia baru-baru ini menunjukkan bahwa kita tidak sepenuhnya mampu mengontrol apalagi mengendalikan alam atau kehidupan ini. Bencana mengigatkan bahwa alam terus bergerak sementara manusia memiliki keterbatasan dan rentan terhadap pergerakan alam itu. Catatan Lengkap di Lapangan Selengkapnya, secara kuantitatif ada beberapa catatan yang berhasil dikumpulkan oleh penulis sekitar dampak dari bencana banjir dan longsor yang terajdi jelang akhir tahun ini, yaitu : 1. Ratusan Warga Menjadi Korban Jiwa Banjir dan longsor yang terjadi secara bersamaan di berbagai daerah datang dengan cepat dan tanpa peringatan memadai. Di beberapa wilayah, air bah menerjang di tengah malam saat warga sedang tertidur. Banyak korban ditemukan dalam keadaan : a. tertimbun material longsoran, b. terseret arus banjir c. atau terjebak dalam genangan air di rumah yang hancur. Tim evakuasi masih terus bekerja untuk mencari korban yang dilaporkan hilang, terutama di daerah yang aksesnya terputus. Ribuan Warga Terpaksa Mengungsi Dampak bencana begitu besar hingga memaksa ribuan warga meninggalkan rumah mereka. Posko-posko pengungsian didirikan di sekolah, gedung olahraga, balai desa, hingga tenda darurat. Di lapangan, para korban menghadapi banyak kesulitan, seperti:
a. minimnya air bersih, b. kekurangan bahan makanan, c. keterbatasan obat-obatan dan layanan kesehatan, d. sanitasi buruk yang berisiko memicu penyakit 3. Anak-Anak Menghadapi Trauma Mendalam
Di antara para korban, anak-anak adalah yang paling merasakan dampak psikologis. Banyak dari mereka kehilangan teman, saudara, atau bahkan orang tua. Suara hujan deras kini menjadi pemicu ketakutan baru, membuat mereka sulit tidur dan mudah menangis.
Relawan dan tenaga kesehatan mental memberikan pendampingan, namun jumlahnya masih jauh dari mencukupi.
4. Ribuan Rumah Hancur
Rumah-rumah yang dibangun selama puluhan tahun ambruk dalam hitungan menit. Sebagian terseret air, sebagian lainnya tenggelam dalam lumpur longsor.
Bagi banyak keluarga, rumah bukan sekadar tempat tinggal, tetapi pusat kehidupan, seperti tempat kerja, tempat usaha, tempat berkumpul. Kini semuanya hilang. Korban tak hanya kehilangan harta, tetapi juga kehilangan masa depan yang telah mereka bangun atas kerja keras selama ini.
5. Kendala Evakuasi Masih Terus Terjadi
Banyak wilayah terdampak terletak di daerah bukit dan lembah. Jalan yang tertutup longsor dan jembatan yang roboh membuat tim penyelamat kesulitan mencapai lokasi. Beberapa tim harus menggunakan perahu karet dan berjalan kaki berjam-jam untuk menolong korban yang terjebak di daerah terisolasi.
6. Bantuan Belum Merata
Bantuan dari pemerintah, relawan, dan masyarakat terus berdatangan. Namun, distribusinya tidak selalu mulus karena bebrbagai sebab, khususnya kondisi alam di lapangan.
Dibebera daerah, khusunya yang jauh dari pusat kota masih kekurangan selimut dan pakaian, makanan, alat tidur, obat-obatan, dan tidak bisa diabaikan juga perlengkapan bayi.Sementara ini para korban harus bertahan dengan apa yang ada.
PENYEBAB UTAMA BENCANA
Menurut para ahli dan data resmi, ada beberapa faktor yang membuat dampak bencana kali ini sangat besar. Selain akibat cuaca ekstrem, penyebab bencana kali ini adalah “kombinasi fatal” dari kerusakan lingkungan dan tata guna ruang yang tidak tertata dengan baik, diantaranya :
1. Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wilayah hulu sungai mengalami penurunan tutupan hutan secara signifikan. Tanah yang seharusnya mengikat air kini tidak lagi mampu menahan limpasan air.
2. Permukiman yang Menyempitkan Sungai
Urbanisasi cepat tanpa perencanaan menyebabkan bantaran sungai dipadati permukiman warga. Sungai yang melebar saat banjir kini tersumbat bangunan.
3. Sistem Drainase Tidak Memadai
Kota-kota besar di Indonesia memiliki sistem drainase yang sudah tidak mampu menampung volume air yang meningkat drastis.
4. Kerusakan Lereng dan Bukit
Aktivitas tambang, perumahan, dan perkebunan mempercepat erosi tanah, menjadikan daerah perbukitan lebih rentan longsor.
Kondisi ini memaksa kita untuk merenungkan kembali kerapuhan dan sensitifitas alam sekitar bagi kehidupan umat manusia di muka bumi saat ini,
UPAYA PENANGGULANGAN
Perhatian publik terhadap bencana banjir dan lonsor yang menimpa beberapa daerah ini begitu besar. Pemerintah pun sudah menetapkan status darurat nasional. Tim Penyelamat pun dibentuk, terdiri dari unrur Pemerintah, TNI, Polri, lembaga kemanusiaan dan para relawan, telah dikerahkan untuk evakuasi, distribusi logistik, dan medis.
Namun, akses ke lokasi, khususnya di daerah terisolas, sering menghambat pergerakan karena infrastruktur jalan yang hancur, terhadang banjir susulan, dan medan dilapangan yang sulit ditempuh.
Di sisi lain, untuk menghadapi atau mengantisipasi kejadian serupa di masa yang akan datang, dalam berbagai diskusi hingga di group-group atau komunitas Whatsapp, kesadaran mengenai dampak perubahan iklim dan pentingnya menjaga ekosistem alam terlihat menjadi trending atau materi yang hangat diperbincangkan.
Misalnya di sebuah group Whatsapp Ruang Diskusi Publik KPP Gatra, menunjukan respon positif warga untuk mencegah terjadinya bencana alam. Dengan bahasa sederhana, banyak yang menyerukan agar segera dilakukan perbahan prilaku hingga pentingnya evaluasi kebijakan dan tata kelola lingkungan jangka panjang.
UPAYA PEMULIHAN BUTUH WAKTU
Setelah masa tanggap darurat, proses pemulihan tentu butuh waktu dan akan berlangsung lama. Para korban harus memulai hidup dari awal; membangun kembali rumah, mencari pekerjaan baru, menyekolahkan anak, dan memulihkan kondisi mental.
Pemerintah tentu sudah memperhitungkan semuanya, termasuk mempersiapkan opsi relokasi untuk daerah yang tidak lagi aman dihuni. Namun proses ini memerlukan waktu, biaya, dan pendampingan jangka panjang. Semoga saja mendapat kemudahan dan kelancaran.
PELAJARAN UNTUK KITA BERSAMA
Bencana yang meninggalkan duka dan derita yang begitu mendalam ini harus membuka mata dan menjadi pelajaran dan pengalaman berharga bagi kita semua. Sebagai bahan renungan, penulis mengajak masyarakat untuk melihat beberapa hal di bawah ini :
1. bencana ini menunjukkan bahwa perubahan iklim dan perusakan alam berampak pada bencana kolektif, Oleh karena itu mari jaga lingkungan, lindungi hutan dan kelola lingkungan dengan bijak.
2. Pentingnya mitigasi & kesiapsiagaan, baik pemerintah maupun masyarakat harus memperkuat sistem deteksi dini, jalur evakuasi, dan edukasi tanggap darurat.
3. Solidaritas dan gotong-royong, di masa krisis, bantuan dari sesama warga, organisasi, dan donasi sangat penting.
4. Pemulihan pasca-bencana harus terus berkelanjutan, rekonstruksi rumah, perbaikan infrastruktur, dan pemulihan ekonomi harus diprioritaskan.
KESIMPULAN
Kita melihat bahwa bencana banjir dan longsor yang terjadi diakhir tahun 2025 ini menjadi salah satu bencana terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Musibah ini menunjukkan bagaimana kombinasi antara cuaca ekstrem dan kerusakan lingkungan dapat menghasilkan dampak yang sangat luas.
Oleh karena itu kejadian atau bencana ini harus menjadi pengingat bagi kita semua karena bisa terjadi dimana dan kapan saja. Kondisi alam, takdir dan sikap masyarakat akan menentukan dimana dan kapan bencana itu akan terulang. Dan jika bencana ini terjadi, maka kepedulian dan solidaritas kita terhadap para korban harus dikembangkan.
Masyarakat yang tertimpa bencana atau korban tidak seharusnya hanya menjadi cerita yang kita baca dari kejauhan, tapi kita harus bersimpati bahkan turut merasakan penderitaan mereke karena mereka adalah keluarga, saudara, sahabat, dan sesama warga negara yang sedang bekesusahan dan tengah berjuang bangkit dari kehancuran yang mereka alami. Mari kita ulurkan tangan dan bantuan untukmeringankan beban derita mereka.
Bencana ini menjadi pengingat bagi kita semua dan perlu untuk segera dilakukan. Hal ini menyangkut beberapa hal, terutama :
1. Alam atau lingkungan harus dijaga dengan baik;
2. Upaya mitigasi bencana harus diutamakan;
3. Tata ruang harus diperbaiki.
Penegakan hukum harus diterapkan secara tegas.
4. Pendidikan dan pemahaman kesadaran lingkungan harus dimulai sejak usia dini.
Sekali lagi, tak kalah penting untuk menjadi perhatian kita semua bahwa para korban membutuhkan uluran tangan dan dukungan penuh, baik secara fisik, mental, dan ekonomi.
Membantu mereka bangkit adalah tugas bersama kita sebagai satu keluarga besar bangsa Indonesia. Dengan penanganan yang tepat, upaya pemulihan yang cepat dan terarah, mitigasi yang tepat dan kepedulian seluruh warga dimanapun berada, bangsa ini akan kuat dan lebih siap untuk menghadapi setiap tantangan alam di masa depan. Semoga...[]
🛡️Red: Dosi Bre' 🌐Post Youtube
• ZOOM
PRAPTO PEMPEK :
Dari Pinggir Sungai Batanghari Jambi Menjadi Pelawak Nasional...
Kisah otobiografi Suprapto Suryani Pempek, alias Prapto Pempek atau dipanggil akrabnya PakDe...
Adam Malik Seorang Politikus yang Mantan Jurnalis 'Semua Bisa Diatur'...
Salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasar...
VIDEO PILIHAN



























Tidak ada komentar:
Posting Komentar